Selasa, 31 Mei 2011

MEMPERBANYAK DO'A DI TENGAH MARAKNYA BENCANA


Istighotsah pada malam kamis supaya ditambah dengan do’a permohonan terhindar dari bencana. Karena kelihatannya, bencana-bencana ini belum ada tanda-tanda surut.
       Karena itu melanggar etika dari kodrat. Terakhir, lumpur panas di Sidoarjo belum bisa disumbat, hanya bisa dibendung. Padahal bendungan itu ada titik jenuhnya/titik akhirnya. Jadi, saat ini Sidoarjo berada dalam situasi berbahaya, karena lumpur tersebut memproduksi secara terus-menerus. Jika bendungan itu jebol, maka ada dua alternatif, yaitu jika jalan tol yang dikorbankan, maka lalu lintas akan macet. Jika lumpur itu dialirkan ke pemukiman penduduk, tentu sulit dibayangkan akibatnya.
       Di Jakarta juga sudah mulai sering terjadi gempa. Oleh karena itu, saya minta supaya minta pertolongan Allah SWT melalui istighotsah rutin pada malam kamis.
       Saya tidak bosan-bosan untuk mengingatkan bahwa kamu semua harus mendo’akan kedua orang tua kalian, supaya mereka diberi rezeki yang berkah. Ekonomi di sektor riil maupun retail sudah memprihatinkan. Ekonomi kecil hampir bisa dibilang macet, meskipun belum macet total. Perdagangan-perdagangan hanya pada basic need. Perdagangan beras, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya masih jalan, namun perdagangan yang melibatkan second need kurang jalan.
       Dalam kondisi seperti ini, Masya Allah beratnya orang tua menyekolahkan anak. Apalagi kalau jaraknya jauh seperti kamu semua di Al-Hikam ini, belum lagi kalau orang tuamu juga mempunyai tanggungan atas saudara-saudaramu yang lain.
       Kesulitan ekonomi ini adalah efek langsung terhadap mahasiswa, sedangkan efek tidak langsungnya adalah kerusakan moral. Misalnya; karena sudah tidak ada barang yang bisa dijual, maka seseorang mau menjual kehormatan, moral bahkan agama. Akhirnya yang menjadi raja saat ini adalah orang-orang yang punya uang, bukan orang yang punya kebenaran.
       Di samping ekonomi yang memprihatinkan, politik di Indonesia juga tidak jelas, budaya juga rusak, maka dampaknya juga berimbas ke kampus-kampus, misalnya; pergaulan bebas, menjual kehormatan, dan semacamnya.
          Kamu semua harus mempunyai ketahanan untuk tidak ikut hal-hal negatif seperti itu. Dalam suasana normal, kamu semua cukup mempunyai ketahanan yang normal saja, akan tetapi dalam suasana tidak normal, maka pertahanan kamu harus rangkap, yaitu lahir-bathin
Alhamdulillah di Al-Hikam II Jakarta sudah mulai diadakan khatmil Qur’an, begitu juga dengan Al-Hikam I Malang. Hal ini dilakukan agar terbentuk susana keagamaan di lingkungan Pesantren. Di Al-Hikam ini juga ada tambahan, yaitu Ibu Nyai yang hafidzhah beserta puteri-puterinya yang menempati rumah di sebelah selatan, semoga keberadaan mereka bisa membawa berkah kepada Al-Hikam.
          Saat ini yang terjadi adalah krisis kemanfaatan dan keberkahan ilmu. Ilmu hanya menjadi informasi.

Firqoh islam


pembicaraan tentang tarikh tasyri’ (sejarah perkembangan hukum Islam). Sayyidina Ali RA wafat pada tahun ke-40 H, atau 30 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW yang wafat pada tahun ke-10 H. Dalam kurun waktu 30 tahun, dunia Islam dipimpin oleh 4 Khalifah, yaitu; Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib RA.
       Ali bin Abi Thalib RA wafat dibunuh oleh Ibnu Muljim, kemudian dimakamkan di Nejf (Daerah Irak Bagian Selatan). Di sana pula, Hasan dan Husain hidup. Jarak perjalanan antara Baghdad ke Nejf kira-kira sekitar 3 jam atau sekitar jarak Malang-Lumajang atau Malang-Trenggalek.
       Dengan wafatnya Sayyidina Ali RA, periode Shahabat berakhir, kemudian muncul generasi Tabi’in. Tabi’in secara bahasa berarti pengikut. Secara istilah, Tabi’in berarti Generasi yang hidup pada periode sesudah masa Shahabat RA.
       Generasi Shahabat dibagi menjadi dua:
1.    Kibarus Shahabat (Shahabat Besar): Yaitu para Shahabat yang seusia dengan Nabi SAW.
2.    Shigharus Shahabat (Shahabat Kecil), yaitu para Shahabat yang hanya menangi Nabi SAW dalam beberapa tahun saja, karena mereka masih kecil.
       Pada periode Tabi’in ini, terjadi pertentangan yang sangat hebat di kalangan kaum muslimin yang disebabkan oleh faktor politik, kekuasaan dan pemerintahan atau khilafah.
       Sebagaimana yang telah saya sampaikan, setelah Sayyidina Utsman RA terbunuh, posisi Khalifah digantikan oleh Ali RA. Pada masa pemerintahan Ali RA, kelompok Utsman menganggap bahwa pembunuh Utsman adalah dari kelompok Ali RA. Akhirnya mereka berubah menjadi pemberontak pada masa pemerintahan Ali RA. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. (Abu Sufyan adalah panglima kafir ketika Fathul Makkah, namun dia diampuni oleh Rasulullah SAW. Dia masuk Islam karena Rasulullah SAW berkhutbah;
Barang siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan (pada saat Fathul Makkah) maka dia akan aman.
Seluruh pasukan yang ada di rumah Abu Sufyan akan aman
Janda-janda juga aman, tidak boleh diganggu oleh pasukan Islam.
Seluruh tempat ibadah Yahudi dan Nashrani aman
Karena keluhuran budi Rasulullah SAW ini,  Abu Sufyan akhirnya masuk Islam).
       Di tengah pertengkaran antara kelompok Utsman RA dan Ali RA, Mu’awiyah memanfaatkan peluang dengan cara mencalonkan diri sebagai khalifah. Karena usahanya tidak berhasil, maka terjadilah perang Shiffin antara pasukan Ali RA dengan pasukan Mu’awiyah.
       Setelah Ali RA wafat, Mu’awiyah berangkat  ke Damaskus, Syam. Di sana Mu’awiyah mendirikan Daulat Bani Umayyah atau Umawiyah, dan dia menjabat sebagai raja pertama Daulat Bani Umayyah. Dengan demikian, pemerintahan Islam berpindah dari Madinah ke Damaskus, Syam.
       Perseteruan antara kelompok Utsman RA dan Ali RA terus membara, begitu juga dengan perseteruan antara kelompok Ali RA dengan kelompok Mu’awiyah, sehingga terpecahlah umat Islam. Di antara pecahan aliran Islam adalah:
1.    Syi’ah
       Yaitu kelompok yang pro Ali secara lahir dan bathin. Syi’ah ini lebih dijiwai oleh politik, daripada agama, karena mereka mempunyai pandangan;
d  Di antara 4 khalifah, khalifah yang sebenarnya hanyalah Ali RA, sedangkan Abu bakar, Umar, dan Utsman RA hanya menyerobot haknya Ali.
d  Agama Islam dan umat Islam hanya sah dipimpin oleh keturunan Rasulullah SAW yang melalui nasab Fatimah yang melahirkan Hasan dan Husain.
d  Dalam pelajaran Syi’ah, mencaci maki ketiga khalifah selain Ali RA hukumnya adalah wajib.
       Kota suci kaum Syi’ah di Irak adalah Karbala, sedangkan kota suci Syi’ah di Iran adalah kota Khon. Saat ini di sana ada universitas Syi’ah, dan yang diajarkan pertama kali adalah membenci 3 Khalifah (Abu Bakar, Umar & Utsman RA). Misalnya; Ketika seseorang hendak ke toilet, maka dia akan berkata; ”Saya akan pergi ke Abu Bakar”. Jadi, Syi’ah dibangun di atas kebencian fanatisme.

2.    Kelompok Jumhur (Mayoritas)
       Kelompok ini membedakan antara fenomena kepentingan politik dengan syari’at Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini kemudian menjelma menjadi Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kata Ahlussunnah berarti orang yang ahli (mengikuti) Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sehingga tidak hanya mengikuti Ali RA saja, ataupun mengikuti Utsman saja, melainkan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW.
       Setelah masa Tabi’in, kata Ahlussunnah itu ditambah dengan kata Wal Jama’ah. Yang dimaksud dengan Jama’ah adalah sikap yang sama terhadap 4 khalifah dan seluruh Shahabat dihormati dalam kesejajaran (equality). Sedangkan mengenai pertikaian politik di antara para Shahabat RA, Ahlussunnah tidak mau berkomentar, melainkan membiarkannya sebagai fenomena sejarah dan membiarkan Allah SAW menilai  pihak yang benar.

3.    Khawarij
       Di tengah-tengah pertentangan antara Utsman, Ali, dan Mu’awiyah  ini, kemudian lahir kelompok yang frustasi atau kelompok BSH; Barisan Sakit Hati yang menamakan dirinya dengan kelompok Khawarij. Mereka menjadi kelompok ekstrimis yang membenci semuanya. Semua orang yang berada di luar dirinya adalah salah atau kafir, dan sah untuk dibunuh. Dari sini bisa kita ketahui betapa hegemoni politik begitu mempengaruhi pemikiran manusia.

4.    Mu’tazilah
       Kemudian muncul kelompok intelektual dan elit, kelompok yang merasa paling pintar. Kelompok disebut dengan kelompok Mu’tazilah (secara bahasa, Mu’tazilah berarti eksklusif).

5.    Jabariyah
       Selanjutnya muncul kelompok yang putus asa. Menurut mereka semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi kodrat dari Allah SWT, jadi tidak perlu berusaha apapun. Kelompok ini disebut dengan Jabariyah.

6.    Murji’ah
       Lalu muncul lagi kelompok yang mengharapkan semua kejadiaan saat itu lewat begitu saja. Menurut mereka, suatu saat nanti pasti ada pemimpin betulan. Mereka inilah yang mendirikan kelompok Murji’ah.
       Masing-masing aliran di atas kemudian terpecah-pecah lagi menjadi beberapa bagian.
       Pada saat Rasulullah SAW masih hidup, beliau pernah bersabda;
ستفترق أمتي
       Pemikiran kaum Yahudi akan pecah menjadi 71. Namun yang dimaksud dengan angka 71 belum bisa diketahui secara pasti. Pada saat ini, sekte Kristen Protestan saja lebih dari 700 sekte.
       Ahlussunnah selamat bukan karena namanya, melainkan karena amalannya sesuai dengan tuntunan Sunnah. Karena hanya kelompok ini yang dijamin selamat, sehingga nama Ahlussunah diklaim sebagai nama kelompok. Padahal yang dinilai oleh Allah SWT adalah in action (amal Perbuatan), bukan sekedar nama (in the name).
       Yang pertama kali dibutuhkan oleh orang Islam adalah masalah hukum. Oleh karena itu mereka harus bertanya kepada para ulama’ yang bisa menguraikan dan menyimpulkan Al-Qur’an dan Hadits menjadi sebuah hukum yurisprudensi. Di sini mulailah timbul ijtihad, yaitu bagaimana cara menguraikan Al-Qur’an dan Hadits menjadi sebuah hukum positif yang siap pakai. Hukum positif ini selanjutnya disebut dengan Fiqih.
       Karena hukum telah menjadi kebutuhan pokok bagi umat Islam ketika itu, maka ilmu yang tampil terlebih dahulu adalah ilmu Fiqih (Ilmu tentang hukum-hukum Islam). Berdasarkan kebutuhan di atas, maka lahirlah para tokoh Fiqih.
       Dalam Ahlussunnah lahir 11 Madzhab, akan tetapi yang terkenal hanya ada 4, karena Tujuh Madzhab lainnya hanya mempunyai kumpulan fatwa saja, dan tidak mempunyai teori ijtihad (frame of thinking atau manhaj), sedangkan Empat Madzhab terkenal (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) adalah Madzhab yang mempunyai Manhaj, sehingga pemikiran mereka bisa dikaji. Kerangka berpikir empat madzhab (frame of thinking) itu kemudian dikembangkan oleh para pengikut Madzhab sampai sekarang.
       Madzhab yang masuk di Indonesia mayoritas adalah Madzhab Syafi’i, akan tetapi yang dibaca oleh kaum muslimin bukan hanya kitab Imam Syafi’i yang berjudul Al-Umm, justru yang lebih banyak dikaji adalah tulisan-tulisan pada pengikut Asy-Syafi’i, semisal; Fathul Qarib, Fathul Mu’in dan Fathul Wahhab. Dalam kitab-kitab itu tidak tampak manhaj yang digunakan oleh Imam Syafi’i RA.
       Imam Madzhab yang pertama kali lahir adalah Imam Hanafi (81 H/700 M). Beliau dilahirkan di Kufah (Irak selatan). Sayyidina Ali RA wafat pada tahun 40 H, sedangkan Imam Hanafi lahir pada tahun 81 H, sehingga ada renggang waktu sebanyak 41 tahun. Masa-masa 41 ini penuh dengan pertentangan, dan para ulama’ mempunyai fatwa sendiri-sendiri.
       Nama asli Imam Hanafi adalah Abu Nu’man bin Tsabit. Beliau lahir di ibu kota Daulat Abbasiyah, sehingga beliau termasuk orang metropolitan.
       Di Irak banyak ilmu-ilmu dan technologi, sehingga pemikiran beliau menjadi rasional. Jadi kalau ada Hadits yang dha’if, maka beliau lebih mendahulukan akal yang sehat.
اَلْعَقْلُ السَّلِيْمُ فَوْقَ الْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ
       Para pengikut beliau pun menjadi orang-orang yang rasional.
       Kemudian lahirlah Imam Malik pada tahun 93–179 H. Beliau dilahirkan di Madinah. Madinah adalah salah satu pusat beredarnya Al-Qur’an dan Hadits, sehingga beliau mudah menemukan para mufassir Al-Qur’an maupun Hadits. Oleh karena itu akhirnya beliau disebut sebagai Ahlul Hadits wal Atsar.
       Imam Malik melakukan pemikiran rasional setelah tidak menemukan keterangan yang jelas di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Menurut Imam Malik, Hadits Dha’if lebih diutamakan dari pada rasio. Jadi, pemikiran Imam Malik cenderung konservatif dan tekstual, sedangkan pemikiran Imam Hanafi cenderung rasional.
       Imam Madzhab yang ketiga adalah Imam Syafi’i. Nama asli beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Beliau lahir persis dengan tahun wafatnya Imam Hanafi, yaitu 150 H. Ibaratnya; setelah satu lampu padam, lahirlah lampu yang baru.
       Imam Syafi’i RA dilahirkan di Palestina. Pada saat berusia 2 tahun, beliau diajak sang bunda ke Makkah. Kemudian pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal seluruh isi Al-Qur’an. Bahkan pada usia 17 tahun, beliau sudah menjadi mufti di Masjidil Haram.
       Pada usia 19 tahun, Imam Syafi’i RA berangkat ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Salah satu kitab karya Imam Malik yang terkenal adalah kitab Muwattha’.
       Imam Syafi’i RA belajar kepada Imam  Malik selama 2 tahun. Imam Malik adalah sosok orang alim, sufi dan kaya. Sedangkan Imam Syafi’i adalah sosok Imam yang miskin.
       Ketika Imam Syafi’i ditanya tentang kemiskinannya, ”Bagaimana Imam Syafi’i yang sealim ini kok miskin?” Imam Syafi’i menjawab:
“Allah sedang memberi Rahmat kepadaku dengan cara tidak membebani saya hisab harta benda dan pakaian”.
       Imam Syafi’i diberi miskin oleh Allah SWT justru membuat beliau bersyukur, sehingga beliau hanya konsentrasi pada keilmuan saja.
       Sedangkan Imam Malik adalah orang yang kaya raya. Semua santri beliau diberi fasilitas gratis, mulai dari biaya hidup. Perlengkapan mengaji sampai ilmu yang gratis.
(Kalau Al-hikam bisa menggratiskan para santrinya, maka akan saya ganti namanya menjadi Al-Hikam Al-Maliki)
       Ketika dikatakan; ”Imam Malik ini kok kaya banget”. Beliau menjawab: “(Saya kaya) supaya saya bisa mengabdi kepada Allah SWT secara total, pikiran saya, bau saya, harta saya bahkan nyawa saya sekalian hanya untuk Allah SWT.” (Kalau sekarang ada kyai yang kaya, mungkin jawabannya adalah; ”Gus-gus juga memerlukan kekayaan saya”).
       Keduanya (Imam Maliki & Imam Syafi’i RA) sama-sama hebatnya, demikianlah potret orang miskin yang seperti Asy-Syafi’i dan orang kaya seperti Imam Malik.
       Ketika akan berangkat ke Baghdad untuk belajar kepada Imam Hanafi, Imam Asy-Syafi’i diberi bekal oleh Imam Malik sebanyak 40 dinar emas, unta dan pengawal.
       Imam Asy-syafi’i ke Baghdad pada usia 21 tahun untuk belajar kepada Imam Hanafi, namun karena Imam Hanafi sudah wafat, maka beliau belajar kepada murid Imam Hanafi yang bernama Abu Yusuf. Beliau belajar di Baghdad selama 2 tahun.
       Meskipun sudah menjadi imam Madzhab dan mujtahid, beliau masih gemar belajar untuk melakukan pendekatan dan komparasi pendapat-pendapat. Imam Asy-Syafi’i juga tidak mau mengklaim bahwa pendapatnya adalah satu-satunya pendapat yang bisa mewakili Al-Qur’an dan Hadits.
       Pendapat beliau adalah hasil analisa dengan ... disertai responsibility atau pertanggung-jawaban ilmiah.
       Setelah dari Baghdad, Imam Syafi’i berangkat ke Mesir. Pada saat itu Mesir merupakan salah provinsi dari kerajaan Islam yang pada masa Khalfiha Utsman RA, Mesir dipimpin oleh Gubernur Amr bin Ash.
       Perbedaan lingkungan telah menyebabkan perbedaaan pendapat di kalangan ulama’. Pemikiran Imam Malik bersifat konservatif, pemikiran Imam Hanafi yang rasional dan pemikiran Imam Asy-Syafi’i yang moderat, yaitu menggabungkan antara pemikiran konservatif dan rasional.
       Imam Asy-Syafi’i RA sangat menghormati Imam Malik, begitu juga sebaliknya. Padahal lebih dari 3600 masalah, kedua Imam ini berbeda pendapat.  
       Dari sini bisa diambil pelajaran bahwa yang disebut dengan ”menghormati” adalah penghormatan kepada syakhsiyah dan muru’ah-nya. Jadi bukan berarti tidak boleh berbeda pendapat dengan orang yang kita hormati.
       Dalam aliran Syi’ah, mereka mengikuti pendapat karena berdasarkan Imamiyah. Sedikit pun tidak boleh menyeleweng, semisal; menyeleweng dari pendapat Ayatullah Khomaeni. (Kalau menyebut Imam Khomaeni di Iran harus disertai dengan gelar pujian, semisal; Al-Imam Al-Akbar Al-Khomaeni).
       Imam Madzhab yang terakhir adalah Imam Ahmad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 H, yaitu 14 tahun setelah lahirnya Imam Syafi’i. Jadi ada dua Imam Madzhab yang hidup dalam satu kurun.
       Imam Hanbali dilahirkan di Baghdad, tapi beliau tidak hanya berdiam di satu tempat, akan tetapi beliau mengadakan perjalanan mencari ilmu ke Syiria, Hijaz (Makkah-Madinah), dsb.
       Pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal lebih dekat kepada Imam Malik, sekalipun di dalam masalah Ushul fiqih dan Fiqih, beliau lebih banyak membaca pendapat-pendapat Imam Syafi’i. Pendapat Imam Hanbali lebih ketat, banyak hukum haramnya. (Hal ini berbeda dengan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menganggap semua halal dan tidak ada yang haram karena semuanya ditinjau dari tinjauan HAM).
       Sebenarnya pendapat-pendapat Imam Ahmad jarang yang orisinil, akan tetapi merupak tathbiq (penyelaman) pada pendapat-pendapat Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Syafi’i. (Pemerintah Arab Saudi saat ini lebih banyak memakai Madzhab Hanbali).
       Syi’ah yang sangat berpikir pada keturunan dan kepemimpinan juga mempunyai Fiqih sendiri yang tidak mengikuti 4 madzhab itu. Misalnya; Syi’ah di Iran, shalatnya hanya 3 kali dalam satu hari. Shalat Dzuhur dan Ashar dijamak dan qashar tanpa ada sebab apapun. Padahal menurut Imam Syafi’i, shalat Jamak-Qashar baru bisa dilakukan jika sedangan dalam perjalanan yang jauh, sedangkan menurut Imam Hanafi shalat Jamak-Qashar berdasakan pada berat-tidaknya masyaqat yang dialami seseorang. (Misalnya; Seseorang yang mendaki Merapi mengalami masyaqat yang luar biasa, maka dia boleh shalat Jamak-Qashar).
Saat ini usia kita itu
Nabi ibrahim itu 760 tahun, jika beliau berangkat
Jadi efektivitas dan efisiensi itu sama.
Semuanya semua sudah diatur. Adalah tidak sama dengan musawah. Adil adalah memberikan hak yang sama dalam efisiensi dan efektifitas.
       Menurut Syi’ah, ketika wudhu’ sepatu tidak perlu dicopot, tapi cukup diusap saja. Bagi Syi’ah, shalat dengan sujud di karpet tidaklah sah, karena sujud harus dilakukan di atas batu. Oleh karena itu di Mushalla-mushalla Iran, meskipun sudah ada karpetnya, namun masih disediakan batu-batu dalam jumlah banyak, yakni sejumlah jama’ah, untuk digunakan sujud, apalagi sujudnya harus persis di atas batu itu. Batu yang paling afdhal, adalah batu yang berasal dari Karbela, baik dari debu yang dicetak ataupun dari batu murni. Bagi orang Syi’ah yang kaya, dia akan memakai batu akik yang mahal sebagai tempat sujud. Sujud boleh dilakukan di atas kayu, akan tetapi kayu tersebut berasal dari pepohonan yang tidak boleh dimakan. Semisal; kayu jati.
       Ketika ada sesuatu yang jatuh, orang Syi’ah akan mengucapkan ”Ya Ali”, bukan mengucapkan Inna lillahi wa Inna lillahi Raji’un.
       Yang paling top dalam Syi’ah adalah konsep kawin yang sudah sah meski tanpa ada saksi maupun wali, asalkan sudah ada MoU (Memorandum of Understanding), bahkan Syi’ah memperkenankan kawin kontrak (mut’ah) dengan jangka waktu tertentu. Jadi, dalam tradisi Syi’ah, cerai bisa diprogramkan.
       Yang paling berbeda dengan yang lain adalah sistem pemerintahan dalam Syi’ah. Pemilihan di Iran memang bersifat demokratis, akan tetapi posisi eksekutif berada di bawah para Mullah, Hujjatullah dan Ayatullah.
       Syi’ah ini karena begitu beda dengan yang lain, maka mereka tidak gampang membuka diri.
       Dalam Syi’ah ada istilah Taqiyyah (kamuflase penantian). Taqiyyah berarti menyembunyikan diri karena kondisinya belum memungkinkan. Mereka baru akan membuka diri jika sudah ada kesempatan.
       Ada seorang tokoh Syi’ah yang bertemu saja di Teheran. Dia bercerita bahwa dia pernah mengajar di Belanda, akan tetapi dia belum sempat mengemukakan paham syi’ahnya. Bahkan sampai usia tua, dia belum sempat menunjukkan bahwa dia itu orang Syi’ah.
       Jumlah pengikut Syi’ah di Irak kira-kira 60 %, 35 % Sunni dan 5 % Kurdi. Sedangkan di Iran, mayoritas penduduknya adalah Syi’ah.
       Kesimpulan akhirnya; Yang paling dibutuhkan pada 40 tahun pertama pasca wafatnya Ali RA adalah hukum. Di belakang nanti akan muncul Ilmu Tafsir, Tasawwuf, dll. Akan tetapi ilmu-ilmu itu tumbuh sendiri-sendiri, sehingga para tokohnya merasa alim sendiri. Baru setelah 300 tahun kemudian, ilmu-ilmu tersebut disatukan oleh Imam Al-Ghozali.

Senin, 30 Mei 2011

pelatihan blog santri indigo Al-hikam

Pondok Pesantren ini berawal dari sebuah perkumpulan kecil terdiri dari beberapa orang tokoh masyarakat dan kalangan pemuda yang dipelopori oleh KH A Hasyim Muzadi yang selalu mengadakan kajian rutin dan dilanjutkan dengan istighasah.

Belajar dari kenyataan bahwa banyak pemuda Islam yang belajar di perguruan tinggi umum dan berpotensi untuk menjadi pemimpin, namun pengetahuan dan pengamalan agamanya masih minim, maka KH Hasyim Muzadi berinisiatif untuk membekali mereka dengan pengetahuan agama. Namun, Pondok Pesantren yang ada dirasa “belum mampu” membekali mereka. Hal ini disebabkan karena Pondok yang ada belum memiliki sarana dan prasarana khususnya perangkat metodologi yang sesuai dengan dunia mahasiswa.

Obsesi itulah yang kemudian mendorong KH Hasyim Muzadi untuk mendirikan Yayasan al-Hikam pada tanggal 3 Juli 1989 dan dua tahun kemudian (1991) mendirikan Pondok Pesantren Mahasiswa al-Hikam yang berlokasi di Jl. Cengger Ayam No 25 Lowok Waru Kotamadya Malang.

Pesantren ini dipimpin langsung oleh KH Hasyim Muzadi, Kyai yang sekarang memegang pucuk pimpinan NU ini adalah sarjana S1, IAIN. Selain aktif sebagai ketua organisasi masa terbesar di negeri ini, kyai yang satu ini aktif ceramah di depan masyarakat lingkungan PP al-Hikmah.

Keadaan Masyarakat Sekitar PP
Ketika pondok ini didirikan, penduduk sekitar berjumlah kurang lebih 11.000 jiwa. Sebagian besar mereka bekerja sebagai petani, pedagang, buruh dan PNS. Sekitar 80% dari mereka beragama Islam yang pada umumnya termasuk kalangan Nahdliyin.

Sekarang, penduduk sekitar Pondok sudah berkembang menjadi sekitar 13.110 jiwa. Sebagai masyarakat yang menempati wilayah perkotaan, dinamika sosial mereka cukup tinggi, karena didukung sarana dan prasarana transportasi yang memadai serta sarana dan prasarana komunikasi yang mencukupi. Mata pencaharian mereka pun menjadi sangat beragam, meskipun demikian di antara mereka masih ada yang menggantungkan hidupnya dengan bercocok atau sebagai petani.

Kendatipun masyarakat sekitar Pondok ini mayoritas beragama Islam dan termasuk kalangan yang fanatik, namun mereka masih membutuhkan bimbingan keagamaan dan para ulama. Oleh karena itu, KH Hasyim Muzadi secara rutin datang ke tempat tersebut untuk memberikan ceramah keagamaan.


Kegiatan Pendidikan
Tujuan pendidikan Pesantren Mahasiswa al-Hikam adalah mengantarkan mahasiswa menjadi sarjana yang taqwa, berkepribadian luhur (akhlaqul karimah, kreatif, mandiri, bertanggungjawab serta berwawasan ke depan), mengaktualisasikan misi Islam, sebagai rahmat bagi semesta alam dan menyiapkan generasi muslim yang mempunyai integritas keislaman dan keilmuan.

Targetnya lahirnya kajian-kajian dengan pendekatan filosofis, histories, sosiologis, yuridis, dan lainnya, sehingga norma-norma Islam akan mendapatkan signifikansi dan justifikasi secara objektif dalam alur disiplin ilmiah. Objektivitas ilmu akan mendapatkan signifikansi metafisik dan spiritualnya. Dialog yang mutualis ini diharapkan akan memberikan perspektif baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Target lainnya adalah lahirnya santri yang memiliki pemahaman keagamaan yang kontekstual dan dapat memberikan respon yang proporsional terhadap problematika kemasyarakatan yang dihadapi serta lahirnya santri yang mampu mengkomunikasikan wawasan yang dimilikinya kepada masyarakat baik melalui lisan maupun tulisan.

Pondok ini mendidik santri melalui pengasuhan dan pengajaran. Pengasuhan, meliputi disiplin ibadah, pembentukan akhlaqul karimah, dan semangat pengabdian kepada masyarakat. Pengajaran, meliputi pengajaran kemampuan keahlian dasar (bahasa Arab dan Inggris), pengajaran keahlian utama (fiqih, ushul fiqh, ilmu tafsir, hadis, al-Qur’an , perangkat metodologi ilmiah, sosiologi, tarikh dan pengabdian pada masyarakat.

Pengasuhan dan pelatihan berlangsung selama empat tahun efektif atau delapan semester melalui proses pembelajaran dengan menggunakan sistem tingkat/kelas.

Sumber Dana
Untuk membiayai kegiatan pendidikan Pesantren al-Hikam, memiliki beberapa sumber dana, antara lain dari: SPP santri, usaha wartel, hasil usaha koperasi, bantuan pemerintah, sumbangan para dermawan dan hasil berbagai usaha ekonomi.